KEARIFAN LOKAL DI MINANGKABAU “SISTEM MATRILINEAL”

BAB I
PENDAHULUAN




            Indonesia merupakan salah satu negara terbesar di dunia dengan penduduknya yang juga sangat padat. Indonesia terbentang dari sabang sampai merauke, terdiri atas ribuan pulau yang dipisahkan oleh perairan. Indonesia saat ini terbagi atas 34 provinsi dan pastinya masing-masing provinsi tresebut memiliki beragam tradisi yang menjadikan daerah tersebut mempunyai ciri khas yang berbeda dengan daerah lainnya. Tradisi tersebut adalah suatu pandangan atau pola pikir dalam kehidupan yang diciptakan dengang bijaksana penuh pertimbangan oleh masyarakat lokal atau setempat yang kemudian diwariskan secara turun temurun kepada generasi selanjutnya, dijaga dan dilestarikan  agar tidak punah karena tradisi tersebut di anggap penting, tertanam dengan baik dan bermanfaat serta dijalankan oleh masyarakat setempat dalam kehidupan mereka. Tradisi tersebut biasa disebut sebagai kearifan lokal. Kearifan lokal merupakan harta bersejarah dan bernilai yang menjadi peninggalan orang orang terdahulu.
            Masing masing daerah di Indonesia pasti memiliki kearifan lokal tersendiri yang unik, menarik dan berbeda dengan daerah lainnya. Begitu juga dengan daerah Minangkabau, provinsi Sumatera Barat. Ranah yang berada di Pulau Sumatera bagian barat ini kaya akan seni budayanya. Minangkabau memiliki banyak kearifan lokal dan beberapa di antaranya adalh kearifan lokal yang sangat unik dan hanya segelintir negara yang memiliki kearifan lokal yang sama di dunia. Contohnya adalah sistem matrilinealnya yang merupakan satu-satu nya di Indonesia.
             Berbeda dengan daerah daerah lainnya di Indonesia yang menggunakan sistem kekerabatan patrilineal dalam kehidupan masyarakatnya sehari-hari, Minangkabau justru menganut sistem matrilineal dan menjadikan wanita sebagai orang yang berhak untuk mendiami Rumah Gadang yang menjadi lambang kebesaran orang Minang. Posisi sebagai Bundo Kanduang pun menjadi hak dan kewajiban bagi wanita di Minangkabau. Peraturan tersebut berlaku di seluruh daerah di Ranah Minang, tidak terkecuali. Selain memiliki penghulu sebagai pemimpin untuk kaum atau sukunya, orang Minang juga memiliki Bundo Kanduang sebagai wanita yang dituakan dan disegani  dalam masyarakat.



BAB II
PEMBAHASAN 


Minangkabau adalah ranah yang kaya akan petatah petitih yang di persembahkan melalui tambo. Salah satu yang menjadi pedoman bagi orang Minang adalah “Adat basandi Syarak, Syarak basandi Kitabullah”.  Hal tersebut berarti segala aktivitas masyarakat Minang dalam kehidupan sehari-hari haruslah sesuai dengan aturan adat yang berlaku dan seiring sejalan dengan akidah Agama Islam. Adat merupakan aturan atau norma dalam pergaulan antar masyarakat sehari-hari, begitu juga dengan Kitabullah yang berarti Alqur’an dan menjadi pedoman hidup bagi umat Islam dalam menjalankan kewajibannya sebagai khalifah di muka bumi untuk mencapai tujuan yang hakiki yaitu hasanah di dunia dan jannah di akhirat. Sehingga, dengan adanya pepatah tersebut sudah jelas bahwa orang Minang asli menganut agama Islam. Berikutnya adalah ungkapan “Alam takambang jadi Guru”,  maksudnya adalah orang Minang itu harus belajar dari alam, kerasnya hidup dan bertahan dalam menghadapi cobaan, orang Minang harus bisa memanfaatkan apa saja yang ada di alam untuk kelangsungan hidupnya, karena alam merupakan rahmat atau anugerah yang diberikan oleh Allah SWT untuk dimanfaatkan semaksimal mungkin bagi manusia yang mau berusaha dan berikhtiar kepadaNya.
           
            Selain itu, Minangkabau juga merupakan daerah asal dari beberapa tokoh nasional yang sangat berpengaruh  dalam upaya merebut kemerdekaan Republik Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945 dulu, diantaranya adalah Mohammad Hatta, Muh. Yamin, dan Sutan Syahrir. Mereka adalah tokoh yang patut dijadikan teladan dan sumber motivasi untuk tetap memperjuangkan dan mempertahankan persatuan dan kesatuan bangsa bagi seluruh masyarakat di Indonesia pada umumnya dan orang Minang khususnya. Minangkabau yang terdiri dari berbagai macam suku yang pada awalnya bersumber dari dua suku tertua yaitu Koto Piliang dan Bodi Chaniago yang merupakan warisan dari Datuak Katumanggungan dan Datuak Parpatiah Nan Sabatang dan kemudian kedua suku tersebut mekar seiring dengan bertambah luasnya daerah Minangkabau dan penduduknya.
           
            Anggota suatu suku terdiri atas sebuah keluarga dan keturunannya. Setiap suku harus ada pemimpinnya supaya anggota suku tersebut tidak terpecah belah dan bisa diarahkan kepada hal yang baik. Pemimpin dari suatu suku disebut dengan Penghulu yang memiliki gelar. Gelar tersebut diberikan secara turun temurun dari generasi pertama hingga generasi selanjutnya. Pewarisan suku kepada anak adalah berdasarkan suku ibunya. Maka, berdasarkan aturan tersebut, Minangkabau menjadi salah satu dari segelintir negara didunia yang menganut sistem matrilineal. Dan sampai saat ini sistem matrilineal hidup berdampingan dengan hukum islam di Minangkabau. Di Minangkabau, posisi yang tertinggi itu tidak hanya diperankan oleh laki-laki sebagai Penghulu, akan tetapi seorang wanita juga memiliki kedudukan yang tinggi dalam  kekerabatannya dengan menjadi Bundo Kanduang. Wanita merupakan pemimpin dan pihak yang memiliki kekuasaan tertinggi terhadap harta pusaka, sedangkan yang laki laki hanya diperbolehkan ikut mengolah dan mengatur pemanfaatan harta pusaka untuk kamanakan (keponakan) dan dunsanaknyo (kerabat atau saudaranya) supaya tidak terjadi selisih paham karena harta pusaka. Maka dari itu, pemilik rumah gadang di Minangkabau adalah wanita sedangkan laki-laki hanya menumpang dirumah istrinya.

 
Bundo Kanduang

Penghulu

            Sebagai seorang Bundo Kanduang, wanita di Minangkabau dituntut untuk menjadi seorang yang taat beragama, cerdas, berbudi pekerti yang baik, bijaksana, dan sifat-sifat terpuji lainnya. Seorang wanita di Minangkabau harus mengerti dengan ungkapan berikut “tahu di mudharat jo manfaat,  mangana labo jo rugi,  mangatahui sumbang jo salah, tahu di unak kamanyangkuik, tahu di rantiang ka mancucuak, ingek di dahan ka mahimpok, tahu di angin nan basiruik, arih di ombak nan basabuang, tahu di alamat kato sampai”. Ungkapan tersebut merupakan seruan bagi kaum wanita di Minangkabau supaya selalu ingat bahwa dia adalah seorang pemimpin (pemilik suku) yang harus menjadi teladan yang penuh dengan kearifan serta menjaga nama baik keluarga ataupun sukunya. Seorang wanita hendaklah hati-hati dalam bertutur kata supaya tidak ada orang yang tersinggung dan dalam berjalan haruslah memperhatikan langkahnya agar sesuatu yang dilakukan tiak mendatangkan mudarat nantinya, sesuai dengan ungkapan “bakato sapatah di pikiri, bajalan salangkah maliek suruik, muluik tadorong ameh timbangannyo, kaki tataruang inai padahannyo, urang pandorong gadang kanai, urang pandareh hilang aka”. Selain itu, kaum wanita juga harus selalu taat beribadah kepada Allah SWT, menjalankan perintahNya dan menjauhi laranganNya, rendah hati, dan sopan santun. Kaum wanita harus bisa menjadi panutan bagi anak cucunya, harus hidup hemat sebagai pemilik harta kekayaan, tidak boleh berfoya-foya karena harta terebut yang nantinya akan dimanfaatkan untuk kelangsungan hidup anak cucunya kelak. Sehingga, setiap suku di Minangkabau dapat dipastikan memiliki harta benda pusaka masing-masing.
           
            Begitu banyaknya suku di Minangkabau dan perkawinan antara dua suku yang sejenis dilarang. Seorang wanita akan di perbolehkan menikah dengan laki-laki yang berasal dari suku lain atau dari luar suku wanita tersebut, apabila terdapat pernikahan dalam satu suku yang sama, maka masyarakat berhak memberikan sanksi sesuai dengan aturan adat di Minangkabau. Biasanya orang yang menikah dengan suku yang sama akan dibung oleh adat, mereka tidak diperbolehkan lagi tinggal di daerah tersebut. Akan tetapi, jika pernikahan itu terjadi antara dua suku yang berbeda maka anak hasil dari pernikahan itu nantinya akan mengikuti suku ibunya, bukan ayahnya. Posisi ayah atau seorang suami di Minangkabau biasanya disebut sebagai Sumando. 



            Sumando adalah orang luar (pendatang)  di keluarga istrinya dan dia harus menjadi pelindung keluarganya. Seorang sumando juga bisa menjadi mamak di keluarganya dan bertugas untuk mengarahkan kamanakannya. Sesuai dengan pepatah, “ Anak dipangku, kamanakan dibimbiang”. Maka, seorang sumando itu wajib menjadi ayah yang hebat bagi anak anaknya, memberikan contoh yang baik dan mengarahkan dan membimbing kamanakannya. Selain itu, seorang sumando juga tidak diperbolehkan untuk membawa harta sang istri ke keluarganya, karena sumando hanyalah pendatang di keluarga sang istri. Ada 4 kriteria sumando yang terkenal di Minangkabau, yaitu :

·         Sumando niniak mamak, merupakan sumando yang bertanggungjawab terhadap keluarganya, baik dalam keluarga istri maupun keluarganya sendiri, dan berhasil menjadi suri teladan bagi anaknya dan membimbing serta mengarahkan kamanakannya, begitu juga dengan budi pekertinya dalam bergaul dengan masyarakat sekitar.

·         Sumando langau hijau adalah sebutan bagi sumando yang kerjaannya hanya kawin cerai dan memiliki anak dimana-mana.

·         Sumando kacang miang adalah sebutan bagi sumando yang hanya menjadi pengganggu dan merusak ketentraman di lingkungan masyarakat.

·         Sumando lapiak buruak adalah sebutan bagi sumando yang hanya berdiam diri di rumah istrinya, bahkan sampai melupakan kampung halaman dan kemenakannya.

·         Sumando apak paja adalah sebutan bagi sumando yang hanya bisa menjadi pejantan biasa saja.

·         Sumando gadang malendo adalah sebutan bagi sumando yang tidak sopan telah mendahului para mamak di rumah istrinya dalam mengatur para kamanakan dan berlagak tanpa malu malu bagaikan pemimpin (kepala kaum) di keluarga istrinya.



BAB III
KESIMPULAN

            Minangkabau memiliki sistem kekerabatan yang unik dan beda dengan daerah lainnya yaitu sistem kekerabatan matrilineal. Sistem kekerabatan menurut garis keturunan Ibu tersebut menjadikan wanita di Minangkabau menempati posisi yang sangat penting dalam kaumnya. Sistem matrilineal tersebut menjadi sebuah kearifan lokal masyarakat Minang sejak dahulu sampai dengan saat sekarang ini. Peran Bundo Kanduang sangat besar sekali pengaruhnya bagi perkembangan suatu suku. Meskipun sistem tersebut terikat dengan adat, kehidupan masyarakat Minang juga harus dibarengi dengan kesungguhan dalam menjalankan syariat Agama Islam yang dianutnya. Adat Istiadat di Minangkabau dibuat untuk mengatur tata prilaku atau adab pergaulan sehari-hari yang selalu berpedoman kepada Alqur’an sebagai wahyu yang diturunkan oleh Allah SWT karena kecintaanNya kepada hambaNya. Oleh sebab itu, kearifan lokal yang bernilai tinggi yang menjadi ciri khas suatu daerah dan langka di dunia tersebut harus selalu dijaga, dipelihara, dan dilestarikan keberadaannya, karena kearifan lokal juga termasuk kedalam pencerminan terhadap jati diri masyarakat setempat yang memiikinya, seperti apa prilaku dan adab masyarakat setempat bisa dilihat secara keseluruhan dengan kearifan lokal yang mereka miliki. Kearifan lokal adalah sebuah pola pikir dan cara pandang yang direalisasikan dalam bentuk kegiatan dan semacamnya dan menjadi tradisi secara turun temurun yang diciptakan bersama oleh masyarakat, dari masyarakat, dan untuk masyarakat.



BAB IV
DAFTAR PUSTAKA

Comments

Popular posts from this blog

Jenis - jenis Keyboard

GUNUNG BUNGSU

Perbedaan Vektor dan Bitmap